Bawaslu Petakan Ada 23 Indikator Potensi TPS Rawan saat Pemungutan Suara di Kota Bogor
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Bogor melakukan pemetaan potensi Tempat pemungutan suara (TPS) Rawan pada pilkada 2024, untuk mengantisipasi gangguan atau hambatan di TPS pada hari pemungutan suara.
Hasilnya, terdapat 23 indikator potensi TPS Rawan dengan rincian, 4 indikator yang paling banyak terjadi, 8 indikator yang banyak terjadi, dan 11 indikator yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi.
Komisioner Bawaslu Kota Bogor, Ahmad Fathoni menuturkan, pemetaan kerawanan sendiri dilakukan terhadap 8 variabel dan 23 indikator, diambil dari sedikitnya 68 kelurahan di 6 Kecamatan yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya.
“Untuk pengambilan data TPS rawan ini dilakukan selama 6 hari mulai dari tanggal 10-15 November 2024” kata Ahmad Fathoni, Rabu 20 November 2024.
Menurut nya, ada 8 variabel dan indikator potensi TPS rawan.
Pertama, penggunaan hak pilih (DPT yang tidak memenuhi syarat, DPTb, potensi DPK, Penyelenggara Pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdatra di DPT, Riwayat sistem noken tidak sesuai ketentuan, dan/atau Riwayat PSU/PSSU).
Kedua, keamanan (riwayat kekerasan, intimidasi dan/atau penolakan penyelengaraan pemungutan suara).
Ketiga, politik uang.
Keempat, politsasi SARA.
Kelima, netralitas (penyelenggara Pemilihan, ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa).
Keenam, logistik (riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, dan/atau keterlambatan).
Ketujuh, lokasi TPS (sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat
dengan lembaga pendidikan/pabrik/pertambangan, dekat dengan rumah Paslon/posko tim kampanye, dan/atau lokasi khusus). Kedelapan, jaringan listrik dan internet.
Sementara, hasil dari pemetaan TPS Rawan terbagi atas 4 indikator potensi yang paling banyak terjadi, diantaranya:
1. 380 TPS yang terdapat Pemilih Disabilitas.
2. 349 TPS yang terdapat Pemilih Tambahan (DPTb).
3. 240 TPS terdapat pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat.
4. TPS yang Terdapat KPPS yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas.
Kemudian, untuk 8 indikator potensi TPS Rawan yang banyak terjadi terdiri dari:
1. 69 TPS yang terdapat potensi Daftar Pemilih Khusus (DPK).
2. 37 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih.
3. 35 TPS yang berada di dekat posko/rumah tim kampanye peserta Pemilu.
4. 25 TPS Terdapat Riwayat praktik pemberian uang atau barang pada masa kampanye dan masa tenang di sekitar lokasi TPS.
5. 15 TPS di wilayah rawan bencana (banjir, tanah longsor,dan/atau gempa).
6. 11 Memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pada saat Pemilu/pemilihan.
7. 10 TPS yang didirikan di wilayah rawan konflik.
8. 10 TPS yang terdapat riwayat menggunakan sistem Noken tidak sesuai ketentuan? (Khusus TPS yang memiliki riwayat pemungutan suara Pemilihan melalui sistem Noken).
Selanjutnya, untuk 11 indikator potensi TPS Rawan yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi diantaranya:
1. 9 TPS yang memiliki riwayat kerusakan logistik/kelengkapan pemungutan suara pada
saat Pemilu/Pemilihan.
2. 8 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS.
3. 6 TPS yang ASN, TNI/Polri, kepala desa dan/atau perangkat desa melakukan tindakan/kegiatan yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu.
4. 5 TPS Memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilu.
5. 5 TPS yang tedapat anggota KPPS yang berkampanye untuk peserta Pemilu.
6. 3 TPS di dekat wilayah kerja (pertambangan, pabrik).
7. 2 TPS yang terdapat praktik menghina/menghasut diantara pemilih terkait isu agama,
suku, ras, antar golongan di sekitar lokasi TPS?
8. 2 TPS di Lokasi Khusus.
9. 2 TPS yang terdapat riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan/atau Penghitungan
SUrat Suara Ulang (PSSU).
10. 1 TPS yang memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS.
11. 1 TPS memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian di TPS (maksimal H-1) pada
saat Pemilu/Pemilihan.
Atas temuan ini, Bawaslu Kota Bogor mengaku telah memiliki strategi pencegahan terhadap data TPS rawan. Diantaranya, melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan. Lalu,
koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait.
Selanjutnya, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat. Kemudian, kolaborasi dengan pemantau Pemilihan, pegiat kepemilaun, organisasi masyarakat
dan pengawas partisipatif.
Serta, menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses
masyarakat, baik secara offline maupun online.
“Kami juga melakukan pengawasan langsung untuk memastikan ketersediaan logistik
Pemilihan di TPS, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan, serta
akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih,” ucap dia.